Jakarta, 5 November 2021 - Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres tentang Pengaturan Nilai Ekonomi Karbon, dengan memprioritaskan pemenuhan Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (National Determined Contribution/NDC) dan pengendalian emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagai bagian dari pembangunan nasional pada 29 Oktober 2021.
Dengan berlakunya peraturan ini, Indonesia akan menjadi negara pertama yang menerapkan mitigasi perubahan iklim berbasis pasar dan akan mendorong lebih banyak minat global terhadap investasi hijau untuk masuk ke dalam negeri, serta peluang untuk memperoleh pembiayaan yang murah.
Penting bagi pemerintah, bisnis, dan warga sipil, terutama di indonesia, untuk menemukan solusi agar mengurangi emisi karbon dan estimasi pendapatan melalui penetapan harga karbon, yang dapat digunakan selama masa transisi.
Harga Dasar Karbon Internasional (International Carbon Price Floor/ICPF) untuk karbon dioksida dan GRK lainnya dapat memacu pengurangan emisi yang lebih besar untuk membantu mengatasi krisis iklim global. Tetapi seberapa besar pengurangan emisi yang akan dihasilkannya? Dan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi global?
Laporan terbaru oleh PwC dan World Economic Forum, “Climate Ambition: Analysis of an International Carbon Price Floor” menemukan bahwa ICPF dapat mengurangi emisi GRK global sebesar 12%. Biaya implementasi akan kurang dari 1% dari PDB, dan biaya tersebut dapat diimbangi dengan menghindari kerugian ekonomi yang terkait dengan pemanasan global dan potensi penggunaan pendapatan karbon yang produktif. Laporan tersebut memodelkan dampak ICPF seperti yang diusulkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF).
Penelitian terpisah (Net Zero Economy Index 2021) oleh PwC menunjukkan bahwa dunia membutuhkan peningkatan lima kali lipat dalam laju pengurangan GRK agar berada di jalur untuk membatasi pemanasan di bawah 1,5 derajat dan menghindari risiko bencana perubahan iklim.
Temuan-temuan utama dari laporan tersebut meliputi:
Karbon saat ini dihargai mulai dari US$0 hingga lebih dari US$130 per ton setara CO2 di berbagai wilayah. Ini menciptakan lapangan bermain yang tidak merata dan membatasi ambisi iklim negara-negara yang takut kehilangan daya saing internasional. Pada bulan Juni, IMF mengajukan kerangka kerja untuk ICPF yang mengusulkan titik harga yang berbeda untuk emisi bagi ekonomi pada berbagai tahap pembangunan untuk mendorong partisipasi yang lebih besar dalam pengurangan emisi.
Indonesia akan menjadi negara Asia keempat yang memperkenalkan skema pajak karbon tersebut. Langkah ini juga merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang telah disahkan DPR pada Oktober 2021. Mulai April 2022, pajak karbon akan dikenakan pada pembangkit listrik tenaga batu bara dengan dua skema, yaitu 1) cap and tax, dan 2) cap and trade; dan pada tahun 2025, langkah tersebut akan diluncurkan untuk implementasi penuh dengan harga saat ini sebesar Rp 30.000 (US$ 2,1) per ton CO2. ICPF dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap rencana pajak karbon pemerintah Indonesia.
Julian Smith, ESG, Government and Infrastructure Advisor, PwC Indonesia mengatakan: “Temuan analisis kami menunjukan bahwa memperkenalkan ICPF dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengatasi pemanasan global dengan mempercepat pengurangan emisi. Namun, ada juga peluang besar bagi para badan usaha Indonesia. Sampai saat ini, harga karbon sangat fluktuatif untuk dijadikan dasar keputusan investasi tetapi sekarang saatnya bagi bisnis untuk mulai memikirkan investasi dalam proyek dan kegiatan baru (seperti kehutanan berkelanjutan, perkebunan, dan pariwisata atau energi terbarukan) yang memungkinkan mereka memperoleh pendapatan dari harga karbon yang lebih stabil di masa depan.”
Børge Brende, Presiden World Economic Forum mengatakan: “Hasil analisis ICPF sangat positif. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha akan menjadi kunci untuk langkah selanjutnya dan untuk mempercepat upaya pemulihan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.”
Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah, dan semuanya secara bersama-sama membentuk firma anggota Indonesia dari jaringan global PwC, yang secara bersama-sama disebut sebagai PwC Indonesia.
Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 156 negara dengan lebih dari 295.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.
PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.
Tentang World Economic Forum
World Economic Forum berkomitmen untuk memperbaiki keadaan dunia yang merupakan organisasi internasional untuk Kerja Sama Publik-Swasta. Forum ini melibatkan para pemimpin politik, bisnis, dan masyarakat terkemuka lainnya untuk membentuk agenda global, regional, dan industri.
© PwC 2021. Hak cipta dilindungi undang-undang.