Mengubah komitmen keberlanjutan dan iklim menjadi sebuah tindakan: Studi pelaporan keberlanjutan PwC dan NUS Asia Pasifik mengungkap target berikutnya di dunia usaha

  • 84% perusahaan melaporkan perubahan iklim sebagai masalah keberlanjutan tetapi kurang dari setengahnya benar-benar mengintegrasikan risiko dan upaya mitigasi perubahan iklim dalam operasional usahanya
  • Ada ruang untuk meningkatkan pengungkapan pelatihan keberlanjutan dan keterkaitan antara environment, social, and governance (ESG) dan remunerasi pimpinan
  • Peluang signifikan tetap ada bagi perusahaan untuk membangun kepercayaan yang lebih besar dengan pemangku kepentingan dan investor melalui keterlibatan aktif dan memperoleh jaminan eksternal

 

Jakarta, 9 Juni 2022 –  Seiring meluasnya syarat laporan keberlanjutan di seluruh Asia Pasifik, perjalanan menuju kesiapan pelaporan berada di depan bagi perusahaan untuk mengungkapkan bagaimana perusahaan dapat mengubah komitmen keberlanjutan menjadi sebuah tindakan, menurut studi bersama oleh PwC Singapura dan Centre for Governance and Sustainability (CGS) National University of Singapore (NUS) Business School.

Diterbitkan hari ini, studi berjudul Sustainability counts: Understanding sustainability reporting requirements across Asia Pacific and insights on the journey to date menganalisis laporan keberlanjutan dari 50 perusahaan publik teratas berdasarkan kapitalisasi pasar yang diterbitkan pada tahun 2020 dan 2021 di 13 negara Asia Pasifik.[1]

Walaupun sebagian besar perusahaan mengakui keseriusan masalah iklim, banyak yang belum mengungkapkan bagaimana pihaknya dapat menerapkan langkah-langkah terkait masalah iklim dalam operasi dan strategi bisnisnya. Dari 650 perusahaan yang dianalisis, 84% melaporkan bahwa pihaknya mengidentifikasi perubahan iklim sebagai masalah keberlanjutan. Namun, kurang dari setengahnya, yaitu hanya 41%, yang melaporkan risiko terkait iklim atau target peluang dan/atau mengungkapkan kinerjanya terhadap target ini. Selain itu, hanya 36% perusahaan yang melaporkan bagaimana pihaknya mengintegrasikan risiko terkait iklim dalam manajemen risikonya secara keseluruhan.

Fang Eu-Lin, Sustainability and Climate Change Leader, PwC Singapura, yang memimpin Asia Pacific Centre for Sustainability Excellence PwC di Singapura mengatakan: “Tidak diragukan lagi bahwa dunia usaha menyadari perlunya mengatasi perubahan iklim. Banyak perusahaan masih berada di tahun-tahun awal perjalanan ESG-nya, dan masih ada beberapa cara untuk mengimbangi ekspektasi pemangku kepentingan yang semakin matang meminta untuk tidak hanya tindakan terkait iklim, tetapi menempatkan masalah iklim pada inti strategi bisnis. Dengan peraturan dan persyaratan pelaporan keberlanjutan baru yang diharapkan akan diberlakukan di negara-negara di seluruh Asia Pasifik, hanya soal waktu saja sebelum kita melihat kemajuan yang lebih signifikan di kalangan perusahaan yang menunjukkan transformasi keberlanjutan dari dalam ke luar.”

Beberapa hasil survei nampak menggembirakan. Lebih dari 80% perusahaan mengungkapkan target keberlanjutannya, 75% mengungkapkan struktur tata kelola ESG-nya, dan 67% mengungkapkan tanggung jawab direksinya pada isu keberlanjutan. Namun, masih ada ruang untuk memperbaiki tata kelola dan akuntabilitas ESG di level pimpinan. Hal ini tercermin dalam temuan di mana hanya 24% perusahaan yang mengungkapkan pelatihan terkait ESG untuk direksinya dan hanya 16% yang mengungkapkan keterkaitan kinerja ESG dengan remunerasi para pejabat eksekutif puncaknya.

Profesor Lawrence Loh, Director dari CGS mengatakan, “Pendidikan dan pelatihan keberlanjutan adalah sebuah perjalanan. Studi kami menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan publik teratas di Asia Pasifik sudah cukup bagus dalam mengungkapkan target dan tanggung jawab keberlanjutannya. Target berikutnya adalah menggencarkan pelatihan keberlanjutan bagi para pemimpin dan karyawan, dan mengubah janji menjadi tindakan. Ketika perusahaan dapat menunjukkan itu kepada para pelanggan dan investor, maka semakin banyak pihak yang akan ikut serta dalam perjalanan menuju transformasi hijau.”   

Dengan pasar yang semakin menuntut informasi tentang dampak keberlanjutan perusahaan dan penciptaan nilai, studi ini menyoroti peluang di mana perusahaan dapat membangun kepercayaan yang lebih besar dengan para pemangku kepentingan dan pemegang saham. Salah satu caranya adalah pelibatan pemangku kepentingan secara aktif. Walaupun 81% perusahaan mengungkapkan saluran keterlibatan pemangku kepentingannya, hanya 46% yang melaporkan telah menangani masalah pemangku kepentingan. Cara lain untuk memperkuat kepercayaan investor adalah dengan menghasilkan pelaporan keberlanjutan yang kredibel. Saat ini, hanya 37% perusahaan yang didapati telah memperoleh jaminan eksternal dari pihak independen untuk pengungkapan ESG-nya.

Ivy Kuo, ESG Leader untuk PwC Asia Pasifik mengatakan, “Transparansi dan akuntabilitas telah lama menjadi ciri pengambilan keputusan investasi. Di dunia saat ini di mana kapitalisme pemangku kepentingan semakin lazim, para investor memahami dan memanfaatkan perannya dalam mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan. Bagi perusahaan, ini lebih dari sekadar menyajikan narasi ESG strategis. Yang terpenting adalah bahwa kualitas, akurasi, dan kelengkapan pelaporan keberlanjutan harus memenuhi tingkat transparansi yang sama dengan pelaporan keuangannya. Kemudian, dan baru setelah itu, perusahaan dapat menarik investasi yang tepat dari investor yang ingin mendukung perusahaan dalam perjalanan ESG-nya.”

Julian Smith, ESG, Government & Infrastructure Advisor, PwC Indonesia, menambahkan, “Lanskap keberlanjutan global terus berkembang. Semakin banyak investor mencari kelengkapan dan keakuratan pengungkapan risiko ESG, kinerja, dan rencana melalui laporan keberlanjutan perusahaan. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara bertahap meningkatkan persyaratan bagi perusahaan publik untuk menerbitkan laporan keberlanjutan sejak tahun 2020. Perusahaan pelapor harus tetap mengikuti persyaratan lokal dan meningkatnya permintaan dari pemangku kepentingan, dan mencari pembaruan dari International Sustainability Standards Board (ISSB) yang baru didirikan, yang bertujuan untuk mengeluarkan standar keberlanjutan pertama yang selaras secara global pada akhir tahun 2022."

Yuliana Sudjonno, PwC Indonesia Risk Assurance Partner, mengatakan, “Integrasi itu penting. Dengan integrasi, perusahaan dapat menunjukkan kepada pemangku kepentingan bahwa mereka memiliki niat yang tulus terhadap keberlanjutan. Program tersebut dapat berjalan lebih baik dan menjadi prioritas jika dikaitkan dengan strateginya. Menunjukkan integrasi yang lebih besar dari target dan strategi bisnis juga menunjukkan kepada investor sejauh mana perusahaan telah mengasimilasi masalah keberlanjutan ke dalam strategi dan proses manajemen risikonya.”

 

Catatan untuk editor
Studi ini terutama mencakup 50 perusahaan public teratas berdasarkan kapitalisasi pasar di sejumlah yurisdiksi terpilih di Asia Pasifik, yaitu: Australia, Tiongkok (daratan), Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

Informasi tersebut didasarkan pada laporan keberlanjutan terbaru yang dirilis pada tahun 2020 dan 2021 (batas akhir pertengahan 2021) yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Analisis melibatkan sebanyak 650 laporan keberlanjutan yang diterbitkan oleh perusahaan publik.

Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah, dan semuanya secara bersama-sama membentuk firma anggota Indonesia dari jaringan global PwC, yang secara bersama-sama disebut sebagai PwC Indonesia.

Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 156 negara dengan lebih dari 295.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory, dan perpajakan yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.

PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.

Tentang Centre for Governance and Sustainability (CGS)
Centre for Governance and Sustainability (CGS), dahulu dikenal sebagai Centre for Governance, Organisations and Institutions (CGIO), didirikan oleh National University of Singapore (NUS) Business School pada tahun 2010. Lembaga ini bertujuan untuk mempelopori penelitian yang relevan dan berdampak tinggi pada isu-isu tata kelola dan keberlanjutan yang berkaitan dengan Asia, termasuk tata kelola perusahaan, keberlanjutan perusahaan, tata kelola perusahaan keluarga, perusahaan yang memiliki kaitan dengan pemerintah, kelompok bisnis, dan institusi. CGS juga menyelenggarakan acara seperti kuliah umum, pertemuan industri, dan konferensi akademis tentang topik-topik yang terkait dengan tata kelola.

NUS Business School dikenal memberikan thought leadership manajemen dari perspektif Asia, yang memungkinkan para mahasiswa dan mitra perusahaannya untuk memanfaatkan pengetahuan global dan wawasan Asia.

Sekolah tersebut merupakan salah satu dari 17 fakultas dan sekolah yang ada di NUS. Sebuah universitas global terkemuka yang berpusat di Asia, NUS adalah universitas unggulan Singapura yang menawarkan pendekatan global untuk pendidikan, penelitian dan kewirausahaan, dengan fokus pada perspektif dan keahlian Asia. Pendidikan transformatifnya mencakup kurikulum berbasis luas yang diperkuat berbagai kursus multidisiplin dan pengayaan lintas fakultas. Lebih dari 40.000 mahasiswa dari 100 negara memperkaya komunitas dengan perspektif sosial dan budayanya yang beragam.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi bschool.nus.edu.sg, atau kunjungi portal BIZBeat yang menampilkan penelitian Sekolah tersebut.

© PwC 2022. Hak cipta dilindungi undang-undang.

 

Contact us

Cika Andy

External Communications, PwC Indonesia

Tel: +62 21 509 92901

Follow PwC Indonesia