Kemajuan untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih besar di tempat kerja terhambat setidaknya dua tahun karena pandemi: PwC Women in Work Index

Perlu tindakan untuk bantu perempuan capai peluang kerja yang diciptakan oleh transisi ekonomi dan bisnis menuju net zero

Jakarta, 22 Apr 2022 - Tingkat pengangguran perempuan yang lebih tinggi dan proporsi perempuan yang lebih besar, telah memengaruhi pasar tenaga kerja karena pandemi COVID-19. Hal ini menghambat kemajuan menuju kesetaraan gender dalam pekerjaan selama dua tahun terakhir, menurut analisis terbaru PwC Women in Work Index, yang dibagikan dalam webinar yang bertajuk “Women in Leadership Roles: Think Equal, Deliver Above and Beyond”.

Webinar ini mencakup wawasan untuk mendukung kesetaraan gender hari ini dan untuk masa depan yang berkelanjutan serta sebagai wujud nyata komitmen PwC untuk mendukung keragaman, kesetaraan, dan inklusi di tengah disrupsi teknologi dan tantangan pandemi COVID-19, yang berdampak khususnya pada karyawan perempuan.

Marina R. Tusin, Consulting Leader dari PwC Indonesia, menambahkan: “Di PwC, kami percaya bahwa kesetaraan gender sejalan dengan nilai-nilai perusahaan kami, sesuai dengan komitmen untuk membangun kepercayaan di masyarakat dan memecahkan masalah-masalah kompleks. Selama beberapa tahun terakhir, PwC Indonesia telah mengadakan serangkaian acara untuk mendukung visi dan pernyataan inclusion and diversity, termasuk acara tahunan kami yaitu “Women in Leadership”. Ini adalah momentum untuk merayakan apa yang telah kita capai sekaligus mengkaji peluang dan  tanggung jawab kami dalam mendorong masyarakat yang lebih adil dan membantu karyawan di PwC untuk berkembang dan berhasil.”

Dalam webinar tersebut, salah satu narasumber, Dian Siswarini, Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk mengatakan, “Perempuan juga memiliki kontribusi besar mulai dari keluarga, lingkungan hingga bangsa dan negara. Di bidang ekonomi, perempuan dengan kreativitasnya, memiliki peran yang penting, baik sebagai pelaku usaha, maupun pekerja. Bahkan, semakin banyak perempuan yang menjadi pemimpin profesional di perusahaan, lembaga tinggi negara, hingga kepala daerah, yang berhasil memberikan perubahan positif dengan langkah strategisnya. Untuk itulah, perempuan perlu berdaya dan memiliki kapabilitas dalam menghadapi kesulitan serta mengatasi berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapinya, baik dikarenakan oleh faktor norma sosial budaya, stereotype, serta ketidakamanan dan kerentanan yang ditimbulkan dari diskriminasi dan ketidaksetaraan gender.”

Lebih lanjut, Dian menyampaikan bahwa, “Salah satu solusi dalam menyelesaikan berbagai tantangan sosial terkait ketidaksetaraan gender, adalah ketika perempuan berdaya secara ekonomi. Lebih jauh, perempuan harus berani berkarya, dan berwawasan luas untuk mampu mengadopsi pesatnya perkembangan teknologi saat ini, yang tentunya mampu menunjang berbagai aktivitas yang dilakukan perempuan. Perempuan yang berdaya, mampu menciptakan generasi yang semakin baik kedepannya.”

Dalam hal gaya kepemimpinan, perempuan memiliki keunikan tersendiri, Alexandra Askandar selaku Wakil Direktur Utama dari PT Mandiri (Persero) Tbk menyebutkan, “Perempuan adalah pemimpin yang terlahir secara alami. Saya berharap dapat melihat lebih banyak perempuan dengan penuh semangat merangkul peluang untuk memajukan karir mereka, menunjukan potensi mereka, dan mengatasi tantangan yang ada.”

Selain itu dalam menanggapi presentasi perempuan dalam jajaran kepemimpinan, Hernie Raharja selaku Direktur Foods & Refreshment PT Unilever Indonesia Tbk  mengatakan, “Sejalan dengan strategi global ‘The Unilever Compass’, kami selalu percaya bahwa semua pihak memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif, tidak terkecuali dalam lingkungan pekerjaan. Perusahaan kami memiliki berbagai upaya untuk memastikan terciptanya kesetaraan ditempat kerja, termasuk memberikan kesempatan dan perlakuan yang adil antara laki-laki dan perempuan, yang kami sebut dengan ‘equity’. Dua contoh implementasi ini adalah dengan mulai melaksanakan Un Stereotyping Training kepada level senior manager keatas untuk menghilangkan stigma dan bias dalam bekerja, dan kami juga memberikan Maternity Leave selama 3 minggu kepada karyawan pria dan 4 bulan kepada karyawan perempuan.  Untuk memastikan penerapan seluruh program ini, kami juga membentuk Equity, Diversity, dan Inclusion Board.”

Noni Purnomo, selaku Komisaris Utama di PT Blue Bird Tbk, menekankan bagaimana peran perempuan dalam memberdayakan dirinya secara  profesional dengan menerangkan, “Para perempuan harus selalu fokus dengan tujuannya, menemukan semangat (passion), dan tekun dalam menjalaninya. Mungkin rekan-rekan akan menemukan ketidaksempurnaan dalam perjalanan, tetapi  saya yakin hal ini dapat membantu kita untuk lebih bertumbuh dan lebih mencintai.”

Dalam webinar kali ini, Presiden Direktur PT Astra Otoparts Tbk Hamdhani Dzulkarnaen Salim menambahkan, “Seperti yang kita ketahui, perempuan memiliki keterampilan beragam yang dapat digunakan dan dikembangkan dalam bidang apapun. Jika berbicara mengenai tantangan di dunia profesional, sama halnya dengan lelaki, tantangan yang dihadapi juga tidak akan jauh berbeda. Akan tetapi tidak sedikit yang mampu membuktikan diri dengan mencatatkan performa yang gemilang. Dengan kata lain, para perempuan sudah dapat menemukan caranya sendiri untuk menyelesaikan berbagai tantangan tersebut dengan baik.”

Women in Work Index

Women in Work Index dari PwC tahun ini menilai hasil pekerjaan perempuan di 33 negara OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development). Setelah satu dekade mengalami kenaikan yang lambat namun konsisten dari perempuan yang bekerja di seluruh OECD, indeks turun untuk pertama kalinya dalam sejarahnya.

Larice Stielow, Senior Economist dari PwC Inggris mengatakan: “COVID-19 telah membuat tujuan kesetaraan gender bagi perempuan di tempat kerja semakin menjadi tantangan bagi kita. Karena itu, kita membutuhkan peran serta pemerintah dan sektor bisnis untuk memimpin dalam membangun kembali ekonomi melalui kebijakan efektif yang secara eksplisit dengan mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan kelompok yang kurang beruntung lainnya. Ini penting jika kita ingin meningkatkan kesetaraan dan mencapai masa depan yang lebih adil bagi semua orang, baik di tempat kerja maupun di masyarakat.”

Dua faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan indeks adalah pengangguran perempuan yang lebih tinggi dan tingkat partisipasi perempuan yang lebih rendah selama masa pandemi terburuk. Indeks memperkirakan “kesenjangan COVID-19”, yang membandingkan kehilangan pekerjaan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang diproyeksikan sebelum pandemi, menemukan bahwa ada 5,1 juta lebih banyak perempuan yang menganggur dan 5,2 juta lebih sedikit perempuan yang berpartisipasi di pasar tenaga kerja daripada yang akan terjadi jika pandemi tidak terjadi. Tanggung jawab pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga memainkan peran penting dalam menyebabkan perempuan meninggalkan angkatan kerja.

Meningkatkan partisipasi perempuan dalam transisi ke net zero akan menjadi kunci untuk menutup kesenjangan pekerjaan

Tindakan kebijakan yang efektif diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih besar di tempat kerja secara global. Ini berarti pilihan kerja yang lebih fleksibel, terutama yang menangani ketidaksetaraan gender yang mendasari dalam perawatan yang tidak dibayar dan pekerjaan rumah tangga. Kebijakan seperti cuti orang tua yang dibayar setara yang membantu mendistribusikan kembali beban pengasuhan yang tidak setara yang dibawa oleh perempuan.

Yang lebih penting lagi adalah perlunya pemerintah dan bisnis untuk mendukung perempuan agar mendapat manfaat dari peluang kerja yang diciptakan oleh transisi ekonomi OECD ke net zero. Di dekade kerja berikutnya, sebagian besar akan dibentuk oleh transisi ekonomi ke net zero emission. Analisis kami menunjukkan bahwa transisi net zero akan meningkatkan pekerjaan secara keseluruhan, dengan lebih banyak pekerjaan pada tahun 2030 di 15 dari 20 sektor di seluruh ekonomi OECD. Namun, keuntungan proporsional terbesar dalam pekerjaan akan berada di sektor utilitas, konstruksi, dan manufaktur. Perempuan kurang terwakili secara tidak proporsional di sektor-sektor ini, yang saat ini mempekerjakan hampir sepertiga tenaga kerja laki-laki di seluruh OECD, dibandingkan dengan hanya 11% tenaga kerja perempuan.

Jika tidak ada yang dilakukan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di sektor-sektor ini, PwC memperkirakan bahwa kesenjangan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan di seluruh OECD - yang mengukur jumlah tambahan laki-laki dalam pekerjaan, yang dinyatakan sebagai persentase dari jumlah perempuan yang dipekerjakan - akan melebar sebesar 1,7 poin persentase pada tahun 2030 (naik dari 20,8% pada tahun 2020 menjadi 22,5% pada tahun 2030).

 

Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan Melli Darsa & Co., Advocates & Legal Consultants, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah, dan semuanya secara bersama-sama membentuk firma anggota Indonesia dari jaringan global PwC, yang secara bersama-sama disebut sebagai PwC Indonesia.

Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 156 negara dengan lebih dari 295.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.

PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.

© PwC 2022. Hak cipta dilindungi undang-undang.

 

Contact us

Cika Andy

External Communications, PwC Indonesia

Tel: +62 21 509 92901

Follow PwC Indonesia