● Survei PwC terhadap 22.000 wanita dalam angkatan kerja global: Ada kesenjangan yang signifikan pada pemberdayaan antargender dimana pria lebih berdaya di tempat kerja daripada wanita. Wanita di bidang teknologi merupakan golongan wanita yang paling berdaya.
● Terdapat selisih 34 poin persentase antara proporsi wanita yang mengatakan bahwa penting bagi mereka untuk mendapatkan imbalan finansial yang adil untuk pekerjaan mereka dengan proporsi wanita yang benar-benar mendapatkan imbalan finansial yang adil.
Jakarta, 23 Maret 2023 - Hari ini, PwC merilis hasil analisis dan penelitian baru, Women in Work Index dan Global Empowerment Index, yang memberikan pandangan terperinci tentang hal-hal yang berfokus pada gender yang memengaruhi tempat kerja di seluruh dunia.
Penelitian tersebut, yang diterbitkan sekaligus dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional, menunjukkan bahwa meskipun keadaan telah berangsur normal kembali setelah pandemi COVID-19, tempat kerja masih menjadi tempat yang tidak setara bagi perempuan secara global.
Gaji dan pekerjaan yang adil
Indeks Perempuan di Dunia Kerja (Women in Work Index/WiW) PwC menunjukkan adanya sedikit peningkatan dalam partisipasi tenaga kerja perempuan di 33 negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD) pada tahun 2021. Namun, kemajuan menuju kesetaraan gender masih terlalu lambat.
Analisis PwC menunjukkan bahwa ada keuntungan triliunan dolar yang bisa diperoleh jika kesenjangan upah antargender dapat diatasi. Meningkatkan upah rata-rata bagi pekerja wanita agar setara dengan pekerja pria di seluruh OECD akan meningkatkan penghasilan wanita lebih dari US$2 triliun per tahun. Namun, menilik kesenjangan upah antargender di negara-negara OECD yang masih sebesar 14% pada tahun 2021, dan tingkat kemajuan menuju kesetaraan upah antargender secara historis, akan perlu waktu lebih dari 50 tahun untuk mengatasi kesenjangan di antara negara-negara anggota OECD.
Sementara itu, temuan utama dari Indeks Pemberdayaan Global (Global Empowerment Index/GEI) PwC menunjukkan adanya kesenjangan sebesar 34 poin persentase antara proporsi responden perempuan yang mengatakan bahwa mendapatkan imbalan finansial yang adil untuk pekerjaan mereka penting bagi mereka dan proporsi yang benar-benar mengalaminya. Ini menjadikan area tersebut sebagai area dengan kesenjangan terbesar bagi wanita dalam survei kami.
Women in Work Index PwC menunjukkan sedikit penurunan pada angka pengangguran bagi perempuan, yaitu dari 6,7% menjadi 6,4%, pada tahun 2021. Namun, peningkatan serupa juga terlihat pada angka partisipasi dan peluang kerja bagi laki-laki, yang menunjukkan bahwa angka lapangan kerja merupakan gejala faktor ekonomi makro dan pemulihan pasar tenaga kerja secara umum, alih-alih kemajuan menuju kesetaraan gender.
Negara-negara dengan kinerja terbaik dalam Indeks tersebut pada tahun 2021 masih belum berubah sejak tahun 2020, di mana peringkat beberapa negara naik sementara yang lain sedikit turun. Luksemburg menempati posisi teratas tahun ini (naik dari posisi kedua), dan Selandia Baru turun ke posisi kedua. Slovenia masih berada di posisi ketiga dan mengalami penurunan mutlak dalam skor Indeksnya.
Meningkatkan partisipasi perempuan di seluruh OECD agar setara dengan Swedia (yang memiliki kinerja terbaik dalam angka partisipasi perempuan) akan menghasilkan potensi keuntungan ekonomi hampir US$6 triliun per tahun.
Larice Stielow, Senior Economist di PwC UK dan Penulis WiW, berkata, “Seorang wanita berusia 20 tahun yang memasuki dunia kerja saat ini tidak akan mengalami kesetaraan upah di sepanjang masa kerjanya. Dengan tingkat saat ini dalam upaya mengatasi kesenjangan upah antargender, akan butuh waktu lebih dari setengah abad untuk mencapai kesetaraan upah antargender. Jika ada satu saja hikmah yang bisa kita petik dari kebangkitan kembali perekonomian pascapandemi COVID-19, itu adalah bahwa kita tidak dapat mengandalkan pertumbuhan ekonomi semata untuk mencapai kesetaraan gender - kecuali kita bersedia menunggu 50 tahun lagi atau bahkan lebih lama.”
Mendorong pemberdayaan di tempat kerja
GEI PwC menemukan adanya kesenjangan dalam pemberdayaan antargender yang signifikan, di mana laki-laki lebih berdaya di tempat kerja daripada perempuan. Indeks Pemberdayaan ini didasarkan pada analisis perspektif yang berfokus pada gender terhadap hampir 22.000 perempuan bekerja di seluruh dunia dan mengukur 12 faktor pemberdayaan pada empat dimensi pemberdayaan: otonomi; dampak; makna dan kepemilikan; dan keyakinan serta kompetensi.
Keempat faktor pemberdayaan tempat kerja yang paling penting bagi perempuan, yang juga menjadi empat pertimbangan utama bagi perempuan yang memutuskan untuk melakukan perubahan karier, adalah:
● Upah yang adil (72%)
● Kepuasan kerja (69%)
● Tempat kerja di mana mereka bisa menjadi diri sendiri (67%)
● Memiliki tim yang peduli terhadap kesejahteraan mereka (61%)
Penelitian ini menemukan bahwa laki-laki dan perempuan secara umum memiliki kesamaan dalam hal pentingnya tiap-tiap faktor pemberdayaan tersebut bagi mereka. Namun, dibandingkan perempuan, laki-laki lebih cenderung mengatakan bahwa mereka benar-benar mendapat manfaat dari faktor-faktor ini di tempat kerja. Area kesenjangan terbesar bagi wanita adalah upah yang adil (selisih 34 poin), memilih kapan (selisih 27 poin), di mana (selisih 22 poin), dan bagaimana (selisih 22 poin) mereka bekerja, kepuasan kerja (selisih 20 poin), dan memiliki manajer yang mempertimbangkan sudut pandang mereka saat mengambil keputusan (selisih 19 poin).
Mengapa pemberdayaan penting?
Responden survei wanita dengan skor pemberdayaan tertinggi lebih cenderung meminta kenaikan gaji (55%), dan lebih cenderung meminta promosi (52%), dibandingkan masing-masing 31% (selisih 24 poin) dan 26% (selisih 26 poin) dari keseluruhan responden wanita dalam survei kami.
Responden wanita dengan skor pemberdayaan tertinggi juga cenderung merekomendasikan tempat kerjanya (67%), atau 32 poin persentase lebih tinggi daripada responden wanita secara keseluruhan. Mereka juga secara signifikan lebih cenderung mengatakan bahwa mereka sangat puas dengan pekerjaan mereka (54%), dibandingkan dengan 25% responden wanita secara keseluruhan (selisih 29 poin).
Menurut GEI PwC, pekerja perempuan yang paling berdaya bekerja di sektor Teknologi, Media, dan Telekomunikasi, terutama didorong oleh industri Teknologi di mana perempuan memiliki tingkat pemberdayaan sedikit lebih tinggi daripada laki-laki. Perempuan yang bekerja di sektor Jasa Keuangan dan Energi, Utilitas dan Sumber Daya memiliki tingkat pemberdayaan kedua dan ketiga tertinggi, tetapi laki-laki secara signifikan memiliki tingkat pemberdayaan yang lebih tinggi daripada perempuan di Jasa Keuangan.
Bob Moritz, Global Chairman PwC, menyampaikan, “Para CEO dan pemberi kerja harus mengerahkan segala upaya untuk membangun budaya tempat kerja yang seimbang di mana wanita dapat merasa sama berdayanya dengan pria, dan di mana wanita mendapat bentuk penghargaan yang adil dan mengalami otonomi, makna, dan rasa memiliki di tempat kerja. Ini akan memiliki manfaat ganda, yaitu dapat membangun kepercayaan di seluruh organisasi, sekaligus mendukung kemajuan perempuan. Dalam dunia bisnis saat ini, pilihan ada di kita semua sebagai pemimpin untuk menentukan warna tempat kerja dari atas demi mendorong budaya yang inklusif dan adil bagi semua karyawan.”
Analisis PwC menunjukkan bahwa pemberi kerja dapat melakukan perbaikan material terhadap pemberdayaan perempuan di tempat kerja dengan berfokus pada bentuk penghargaan yang adil, otonomi, kepemimpinan yang inklusif, dan melembagakan strategi keberagaman yang berbasis data.
Wanita yang bekerja purnawaktu secara fisik memiliki skor pemberdayaan terendah. Tren ini senada dengan pria – menunjukkan bahwa otonomi untuk menentukan bagaimana, di mana, dan kapan orang bekerja memicu rasa pemberdayaan di seluruh angkatan kerja. Pekerja perempuan yang paling berdaya juga memiliki peluang lebih besar untuk bekerja dari jarak jauh (74%). Namun, hampir setengah (48%) pekerja perempuan tidak dapat melakukan pekerjaannya dari jarak jauh. Dari 11.285 wanita yang bisa melakukannya, 29% bekerja dari jarak jauh secara purnawaktu, dan 56% memiliki pola kerja campuran hingga tingkat tertentu.
Parul Munshi, Workforce Transformation Partner, South East Asia Consulting, PwC Singapura, mengatakan, “Otonomi memicu pemberdayaan bagi perempuan dan laki-laki, tetapi perempuan saat ini kurang memiliki otonomi tentang bagaimana, kapan, dan di mana mereka bekerja. Tuntutan akan fleksibilitas adalah keinginan dari semua karyawan, dan hal yang tidak dapat diabaikan oleh pemberi kerja seiring upayanya untuk meningkatkan keberagaman, mendorong keterlibatan dan inovasi, serta memposisikan dirinya sebagai pemberi kerja pilihan.”
Catatan untuk Editor:
Women in Work Index PwC UK: Kelima indikator yang membentuk Indeks Women in Work adalah: kesenjangan upah antargender, angka partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, kesenjangan antara tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan dalam angkatan kerja, angka pengangguran perempuan, dan angka pekerjaan purnawaktu perempuan. Indeks Women In Work selengkapnya tersedia di https://www.pwc.co.uk/services/economics/insights/women-in-work-index.html
Global Empowerment Index PwC: Global Empowerment Index PwC didasarkan pada analisis perspektif yang berfokus pada gender terhadap hampir 22.000 perempuan bekerja di seluruh dunia (di berbagai pemberi kerja, industri, dan lembaga di luar PwC) yang telah memberikan respons dalam Survei Global Hopes and Fears PwC, yang menyurvei lebih dari 52.000 pekerja di 44 negara. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan #EmpoweringWomen IWD PwC dan mengeksplorasi data di tingkat global, regional, dan negara dari Empowerment Index PwC, silakan kunjungi www.pwc.com/IWD.
PwC berkomitmen untuk mendorong inklusi dan keberagaman. Untuk membangun komunitas pemecah masalah yang menghadirkan solusi yang ditenagai teknologi dan diprakarsai manusia, tenaga kerja kami berasal dari kumpulan talenta multidisiplin dengan beragam keterampilan, pengalaman, dan perspektif. Dengan membantu karyawan kami mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menghargai keberagaman dan berpikir, bertindak, dan memimpin secara inklusif, kami dapat mewujudkan potensi penuh dari komunitas yang luar biasa ini, sambil memupuk budaya rasa memiliki yang lebih kuat bagi karyawan kami. Kunjungi www.pwc.com/inclusion untuk mengetahui lebih lanjut tentang strategi Global Inclusion First kami dan di sini untuk mempelajari lebih lanjut tentang cara kami memperjuangkan kesetaraan gender. PwC juga merupakan Mitra Aliansi dari inisiatif HeForShe UN Women, yang menyatukan para pemimpin paling ambisius di dunia demi mempercepat kemajuan menuju kesetaraan gender. Informasi lebih lanjut tersedia di sini.
Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia, dan PwC Legal Indonesia, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah,
dan semuanya secara bersama-sama membentuk firma anggota Indonesia dari jaringan global PwC, yang secara bersama-sama disebut sebagai PwC Indonesia.
Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 152 negara dengan lebih dari 328.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory, dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.
PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.
© PwC 2023. Hak cipta dilindungi undang-undang.