Jakarta, 6 Juli 2023 - Asia Tenggara berada pada infection point. Sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, tingkat pertumbuhan tahunannya telah melampaui rata-rata global. Asia Tenggara juga merupakan rumah bagi kekayaan keragaman, dan sebagian besar pekerja dunia di bawah usia 30 tahun. Namun, kawasan ini juga menghadapi risiko apabila potensi ini tidak dimanfaatkan yang mengakibatkan kegagalan dalam menciptakan peluang kerja yang berkualitas. Tenaga kerja di kawasan ini harus dilengkapi dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk beralih ke pekerjaan bernilai tambah lebih tinggi.
Dengan peningkatan teknologi yang menciptakan permintaan akan tenaga kerja yang terus meningkat, apabila dapat menjalankan upskilling, kawasan ini akan dapat mengikuti lanskap digital yang terus berubah. Terlepas dari adanya biaya di muka untuk digital upskilling, berdasarkan survei tahunan PwC CEO Survey, 71% CEO di Asia Pasifik telah berinvestasi dalam otomasi, yang mencerminkan pentingnya upskilling untuk memenuhi pentingnya digitalisasi dan otomasi. Upskilling tidak hanya mengurangi pengangguran struktural akibat ketidaksesuaian keterampilan, tetapi juga menjembatani kesenjangan sosial-ekonomi dalam pengetahuan dan keterampilan.
Selain itu, karena kawasan ini sedang mengembangkan strategi netralitas karbon dan beralih ke ekonomi net zero, komponen kuncinya adalah melakukan upskilling terhadap para pekerja green jobs. The Asian Development Bank memperkirakan bahwa transisi menuju ekonomi hijau akan menambah 30 juta pekerjaan baru di Asia Tenggara pada tahun 2030.
Saat ini adalah waktu untuk melakukan transformasi dan Asia Tenggara akan kehilangan kesempatan untuk melompat dalam mempersiapkan tenaga kerja yang tangguh di tengah munculnya gangguan digital dan tren keberlanjutan. Upskilling diperlukan untuk membekali sumber daya dengan keterampilan yang tepat untuk pekerjaan yang akan berkembang seiring dengan digitalisasi dan penghijauan ekonomi negara dan di kawasan Asia Tenggara.
Dari peluncuran laporan “Upskilling for Shared Prosperity in Southeast Asia: Fostering Sustainable Growth”, menunjukkan bahwa investasi skala besar dalam upskilling berpotensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Asia Tenggara sebesar 4% atau US$250 miliar, sehingga menghasilkan hingga 676.000 pekerjaan baru pada tahun 2030. Peningkatan PDB tertinggi tercatat di wilayah dengan kesenjangan produktivitas terbesar; Indonesia dan Vietnam. Indonesia dapat membuka 50% dari potensi lapangan kerja tambahan regional pada tahun 2030 karena adanya upskilling. Laju perubahan akan bervariasi antar negara tergantung pada kematangan ekonomi, tingkat keterampilan yang ada, dan pendekatan yang dipilih.
Marina R. Tusin, PwC Consulting Indonesia Leader, mengatakan, “Kini, Indonesia bergerak menuju digitalisasi dan net zero, serta beralih dari kegiatan ekonomi padat karya. Upskilling adalah kunci untuk mempertahankan pengembangan tenaga kerja di Indonesia sehingga kita dapat mempertahankan keunggulan kompetitif ekonomi.”
Parul Munshi, PwC Southeast Asia Consulting and Sustainability Leader, menyatakan, “Ada peluang bagi Indonesia untuk menargetkan investasi peningkatan keterampilan di sektor-sektor prioritas seperti manufaktur, pertanian, energi dan utilitas, serta jasa keuangan. Secara kumulatif, potensi peningkatan PDB dari keempat sektor tersebut bagi Indonesia bisa mencapai lebih dari US$70 miliar. Untuk mencapai hal ini, strategi dan pendekatan upskilling harus spesifik tiap sektor dan ditargetkan kepada angkatan kerja yang terkena dampak dengan fokus pada kelompok rentan dan sektor informal.”
Perincian dampak peningkatan keterampilan tiap sektor
Manfaat ekonomi dari upskilling akan sangat terasa di empat sektor utama, yaitu manufaktur, pertanian, energi dan utilitas, dan jasa keuangan. Hal ini dapat menyumbang lebih dari setengah dari keseluruhan manfaat potensial kawasan ini.
Potensi peningkatan PDB karena peningkatan keterampilan di sektor manufaktur untuk Asia Tenggara adalah US$64 miliar dengan potensi peningkatan PDB Indonesia sebesar US$36,8 miliar. Di bidang pertanian, Asia Tenggara dapat memperoleh manfaat dari peningkatan PDB sebanyak US$44 miliar dari peningkatan keterampilan dan Indonesia dapat membuka potensi peningkatan PDB sebesar US$24 miliar. Di sektor energi dan utilitas, potensi peningkatan PDB Asia Tenggara adalah US$15 miliar sedangkan potensi keuntungan Indonesia sebesar US$4,2 miliar. Terakhir, untuk sektor jasa keuangan, peningkatan keterampilan di industri ini dapat menghasilkan peningkatan PDB sebesar US$13,3 miliar untuk Asia Tenggara dan US$6 miliar khusus untuk Indonesia.
Prof. Bambang Brodjonegoro, Ph.D., Senior Economist, menyatakan, “Di masing-masing empat sektor utama ini, Indonesia berpotensi memperoleh peningkatan PDB tertinggi di seluruh kawasan. Upskilling juga berpotensi untuk mentransisikan pekerja di sektor tenaga kerja informal ke posisi yang lebih formal dan berjangka panjang.”
Tentang PwC Indonesia
PwC Indonesia terdiri dari KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan, PT PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory, PT Prima Wahana Caraka, PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia dan PwC Legal Indonesia, masing-masing sebagai entitas hukum dan firma anggota yang terpisah, dan semuanya secara bersama-sama membentuk firma anggota Indonesia dari jaringan global PwC, yang secara bersama-sama disebut sebagai PwC Indonesia.
Tentang PwC
Di PwC, kami bertujuan membangun kepercayaan dalam masyarakat dan memecahkan masalah-masalah penting. Kami adalah jaringan firma yang terdapat di 152 negara dengan hampir dari 328.000 orang yang berkomitmen untuk memberikan jasa assurance, advisory dan pajak yang berkualitas. Temukan lebih banyak informasi dan sampaikan hal-hal yang berarti bagi Anda dengan mengunjungi situs kami di www.pwc.com.
PwC merujuk pada jaringan PwC dan/atau satu atau lebih firma anggotanya, masing-masing sebagai entitas hukum yang terpisah. Kunjungi www.pwc.com/structure untuk informasi lebih lanjut.
© PwC 2023. Hak cipta dilindungi Undang-Undang.